Jumat, 18 April 2008

[ WISATA] Pantai Cipatujah salah satu obyek wisata alam Tasikmalaya

Pantai Selatan

Image Hosted by ImageShack.us


Pantai Selatan Tasikmalaya, atau terkenal dengan pantai Cipatujah merupakan salah satu obyek wisata alam, dengan daya tarik utama berupa wisata bahari. Pengelolaan obyek wisata pantai Selatan ini dibawah kendali Kantor Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Obyek wisata pantai Selatan Cipatujah meliputi area kurang lebih 115 hektar, terletak kurang lebih 91 km dari pusat kota Tasikmalaya. Pantai Tasikmalaya Selatan memiliki potensi wisata yang tersebar di sepanjang pantai Cipatujah sampai Cikalong. Obyek dan daya tarik wisata yang sudah mulai dirintis antara lain: Pantai Sindangkerta, Pamayangsari, Karangtawulan, semuanya termasuk wilayah Kecamatan Cipatujah. Sementara obyek-obyek wisata pantai yang termasuk Kecamatan Cikalong antara lain: Pantai Mandalajaya dan Sindangjaya. Disamping obyek-obyek wisata tersebut masih terdapat obyek dan daya tarik lain. Pada area pantai Selatan Tasikmalaya bermuara sungai-sungai yang cukup besar membuat panorama alam disekitarnya indah dan sangat potensial untuk dikemas menjadi obyek wisata.

A. PROSPEK PASAR
Pembangunan ataupun pengembangan obyek wisata Pantai Cipatujah sampai sekarang belum dilaksanakan secara maksimal. Namun demikian berdasarkan data Kantor Pariwisata Tasikmalaya, pada periode tahun 1997 – 2000 tercatat wisatawan yang berkunjung ke Pantai Cipatujah berjumlah 252.774 orang atau rata-rata 84.258 orang per tahun, sedangkan wisatawan mancanegara jumlahnya sangat kecil, yaitu hanya 502 orang, itupun hanya tercatat pada tahun 1997 setelah itu tidak ada lagi kunjungan wisatawan mancanagara.
Kontribusi pendapatan dari obyek wisata Tasikmalaya selatan berdasarkan nilai nominalnya menempati urutan ketiga. Sebagai catatan, pada tahun 2000 target pendapatan dari obyek wisata Tasikmalaya Selatan sebesar Rp. 6.937.500,00, dan dapat terealisasi sebesar Rp. 7.354.100,00, pencapaian target 105,00 persen.
Seiring dengan perkembangan ekonomi nasional, serta terbukanya jalur transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah Jawa Barat Selatan, perkembangan obyek wisata Tasikmalaya Selatan diprediksikan akan dapat berkembang dengan pesat. Sebaliknya, dalam kondisi perekonomian yang kurang sehat. Untuk kondisi saat ini, Jarak tempuh obyek wisata pantai Tasikmalaya Selatan terlalu jauh, sementara variasi daya tarik obyek wisata kurang, hal ini akan mengurangi keinginan wisatawan untuk datang berkunjung.
Obyek wisata Pantai Selatan Tasikmalaya secara geografis tidak terlalu jauh dengan obyek sejenis yang sudah lebih dahulu berkembang, yaitu Pangandaran. Maka seiring dengan perkembangan obyek wisata Pangandaran, dalam jangka panjang Pantai Selatan Tasikmalaya dapat menjadi pelengkap, atau paling tidak menjadi jalur alternatif wisatawan untuk menuju atau jalan pulang setelah dari pangandaran.

B. PELUANG INVESTASI
Peluang investasi terutama untuk pengembangan infrastruktur di area wisata Pantai Selatan Tasikmalaya, masih sangat terbuka luas. Problem utama yang menjadi kunci keberhasilan pengembangan adalah infrastruktur transportasi. Sampai saat ini jalan tembus Jawa Barat Selatan belum selesai, sehingga mobilitas faktor produksi dan jalur distribusi hasil produksi dari wilayah tersebut belum lancar sebagaimana yang diharapkan. Maka investasi yang mungkin harus didahulukan oleh pemerintah adalah pembangunan prasarana dan sarana transportasi yang memudahkan mobilisasi orang atau barang di wilayah tersebut.
Setelah prasarana transportasi dan komunikasi lancar, secara teoritis akan mendorong investasi swasta untuk menanam investasi sesuai dengan bidang keakhlian masing-masing, termasuk didalamnya bidang usaha yang bergerak di sektor pariwisata. Namun demikian, agar tidak telanjur berkembang secara liar, maka perlu pemantapan dan penerapan hukum yang tegas dan lugas dalam aplikasi tata ruang yang telah lebih dahulu dibuat. (sumber)

Kamis, 17 April 2008

[WISATA] Gunung Galunggung

Gunung Galunggung
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Free Image Hosting at www.ImageShack.us

Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167m di atas permukaan laut, terletak sekitar 17km dari pusat kota Tasikmalaya. Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Obyek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas.

Gunung Galunggung mempunyai Hutan Montane 1.200 - 1.500 meter dan Hutan Ericaceous > 1.500 meter.

Letusan Gunung Galunggung

Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40km dari puncak gunung.

Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan 1822. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.

Letusan Galunggung 1982, disertai petir


Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2-5mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560x440m yang kemudian dinamakan gunung Jadi.

Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir. Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai 'benteng' pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya. Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan pasir galunggung yang dianggap berkualitas untuk bahan material bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir galunggung tersebut semakin berkembang, bahkan pada awal perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan Kereta Api dari dekat Station KA Indihiang (Kp. Cibungkul-Parakanhonje) ke check dam sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari galungung ke Jakarta.


Gunung Galunggung sebagai obyek wisata

Kebanyakan pengunjung obyek wisata Galunggung adalah wisatawan lokal, sementara wisatawan dari mancanegara masih di bawah hitungan 100 orang rata-rata per tahun. Rata-rata wisatawan dalam maupun luar negeri yang berkunjung ke Gunung Galunggung berjumlah 213.382 orang per tahun.
Melihat potensi dayatarik yang mungkin digali, serta posisi geografis yang cukup strategis, serta memiliki kekhasan dari kondisi alamnya obyek wisata Gunung Galunggung cukup potensial untuk dijual kepada wisatawan mancanegara. Namun obyek wisata tersebut belum dikemas dalam paket wisata yang profesional.

[WISATA] Tempat Jajanan Tasik


Baso Tahu/Siomay/Batagor(6 tempat)
Bubur Ayam(9 tempat)
Jagung Bakar(1 tempat)
Kafe(6 tempat)
Ketoprak/Kupat Tahu/Lontong Kari(11 tempat)
Lain-lain(8 tempat)
Lotek/Pecel/Gado-gado(4 tempat)
Martabak(9 tempat)
Masakan Mandarin(2 tempat)
Masakan Sunda(4 tempat)
Mie/Baso/Yamien(34 tempat)
Minuman(4 tempat)
Nasi Campur(1 tempat)
Nasi Goreng(3 tempat)
Nasi Rames(2 tempat)
Oleh-oleh(5 tempat)
Pempek(1 tempat)
Restoran(4 tempat)
Roti dan Kue(1 tempat)
Sate - Gule(5 tempat)
Sea Food(3 tempat)
Sop dan Soto(4 tempat)
Steak(2 tempat)
Warung dan Kantin(6 tempat)

Sejarah Kota Tasikmalaya

Sejarah Singkat Tasikmalaya

Image Hosted by ImageShack.us

Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.

Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada jaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.

Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.

Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.

Periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad XVII Masehi: Mataram, banten, dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibukota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan “negara” disebut “Sukapura”.

Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibukota Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibukota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Pada tanggal 1 Oktober 1901 ibukota Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan ini cenderung berrdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak Manonjaya kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung.

Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913 diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya.

Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung. (sumber)